Halaman

Senin, 30 Desember 2013

TLANPLANTASI ORGAN

TLANSPLANTASI ORGAN


Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu.
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi:
1. Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri.
2. Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.
3. Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies lainnya.

Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
1. Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal.
2. Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu:
1. Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan / organ.
2. Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.

Definisi Transplantasi Organ
Donor organ atau lebih sering disebut transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Syarat tersebut melipui kecocokan organ dari donor dan resipen.
Donor organ adalah pemindahan organ tubuh manusia yang masih memiliki daya hidup dan sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik apabila diobati dengan teknik dan cara biasa, bahkan harapan hidup penderitan hampir tidak ada lagi. Sedangkan resipien adalah orang yang akan menerima jaringan atau organ dari orang lain atau dari bagian lain dari tubuhnya sendiri. Organ tubuh yang ditansplantasikan biasa adalah organ vital seperti ginjal, jantung, dan mata. namun dalma perkembangannya organ-organ tubuh lainnya pun dapat ditransplantasikan untuk membantu ornag yang sangat memerlukannya.
Menurut pasal 1 ayat 5 Undang-undang kesehatan,transplantasi organ adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh. Pengertian lain mengenai transplantasi organ adalah berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, transplantasi adalah tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk mengganti jaringan dan atau organ tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
            Jika dilihat dari fungsi dan manfaatnya transplantasi organ dapat dikategorikan sebagai ‘life saving’. Live saving maksudnya adalah dengan dilakukannya transplantasi diharapkan bisa memperpanjang jangka waktu seseorang untuk bertahan dari penyakit yang dideritanya.


B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Transplantasi Organ Tubuh 

Sebagaimana dijelaskan ada tiga keadaan transplantasi dilakukan, yaitu pada saat donor masih hidup sehat, donor ketika sakit (koma) dan diduga kuat akan meninggal dan donor dalam keadaan sudah meninggal. Berikut hukum transplantasi sesuai keadaannya masing-masing. 

1. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup.


Apabila pencangkokan tersebut dilakukan, di mana donor dalam keadaan sehat wal afiat. Maka ada yang membolehkan dan ada yang melarang mengenai hukumnya. Menurut Yusuf Qardhawi boleh mendonorkan anggota tubuhnya tetapi dia tidak boleh mendonorkan seluruh anggota tubuhnya. Didalam kaidah syar'iyah ditetapkan bahwa mudarat itu harus dihilangkan sedapat mungkin. Karena itulah kita disyariatkan untuk menolong orang yang dalam keadaan tertekan/terpaksa, menolong orang yang terluka, memberi makan orang yang kelaparan, melepaskan tawanan, mengobati orang yang sakit, dan menyelamatkan orang yang menghadapi bahaya, baik mengenai jiwanya maupun lainnya.


Maka tidak diperkenankan seorang muslim yang melihat suatu dharar (bencana, bahaya) yang menimpa seseorang atau sekelompok orang, tetapi dia tidak berusaha menghilangkan bahaya itu padahal dia mampu menghilangkannya, atau tidak berusaha menghilangkannya menurut kemampuannya. Karena itu dikatakan bahwa berusaha menghilangkan penderitaan seorang muslim merupakan tindakan yang diperkenankan syara', bahkan terpuji dan berpahala bagi orang yang melakukannya. Karena dengan demikian berarti dia menyayangi orang yang di bumi, sehingga dia berhak mendapatkan kasih sayang dari yang di langit.


Tetapi Kebolehannya bersifat muqayyad (bersyarat), bahwa seseorang tidak boleh mendonorkan anggota tubuhnya jika akan menimbulkan dharar, kemelaratan dan kesengsaraan bagi dirinya. Oleh sebab itu, tidak diperkenankan seseorang mendonorkan organ tubuh yang cuma satu-satunya dalam tubuhnya. Misal: hati, jantung, karena seseorang tidak dapat hidup tanpa adanya organ tersebut. Kaidah Hukum Islam:
Artinya” Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan menimbulkan bahaya lainnya.”
Dalam kasus ini bahaya yang mengancam seorang resipien tidak boleh diatasi dengan cara membuat bahaya dari orang lain, yakni pendonor. Para Ulama Ushul menafsirkan kaidah tersebut dengan pengertian: tidak boleh menghilangkan dharar dengan menimbulkan dharar yang sama atau yang lebih besar daripadanya.


Sedangkan menurut Dr. H. Abuddin Nata, dilarang (haram) berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :


a.       Firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 195
Artinya:”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan”
Ayat tersebut mengingatkan agar jangan gegabah dalam melakukan sesuatu, tetapi harus perhatikan akibatnya. Karena bisa berakibat fatal bagi diri donor, meskipun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur. Orang yang mendonorkan organ tubuhnya pada waktu ia masih hidup dan sehat kepada orang lain, ia akan menghadapi resiko, sewaktu-waktu akan mengalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu . karena mustahil Allah menciptakan mata atau ginjal secara berpasangan kalau tidak ada hikmah dan mamfaatnya.


b. Kaidah hukum Islam:
Artinya: “Menolak kerusakan harus didahulukan atas meraih kemaslahatan”.
Dalam kasus ini, seseorang harus lebih mengutamakan memelihara dirinya dari kebinasaan, dari pada menolong orang lain dengan cara mengorbankan diri sendiri, sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam melaksanakan ibadah. Misalnya pendonor mengorbankan dirinya dengan cara melepas organ tubuhnya untuk diberikan kepada orang lain dan demi kemaslahatan orang lain, yakni resipien. Sehingga berakibat fatal bagi dirinya, ini tidak dibolehkan dalam Islam.


2. Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Koma


Apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang dalam keadaan sakit (koma) atau hampir meninggal, maka hukum Islam pun tidak membolehkan, karena hal ini dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Allah. Tidak etis apabila melakukan transplantasi bagi orang yang sekarat. Seharusnya berusaha untuk menyembuhkan orang yang sedang koma, meskipun menurut dokter sudah tidak ada lagi harapan untuk sembuh. Sebab ada juga orang yang dapat sembuh kembali walaupun hanya sebagian kecil. Oleh karena itu, mengambil organ tubuh donor dalam keadaan koma tidak boleh menurut Islam berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:


a. Hadits Rasulullah, dari Abu Sa`id, Sa`ad bin Sinan Al-Khudri, Rasulullah bersabda :
Artinya:”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.” (HR. Ibnu Majah). .
Dalam kasus ini adalah membuat madaharat pada diri orang lain, yakni pendonor yang dalam keadaan sakit (koma) yang berakibat mempercepat kematiannya yang disebut euthanasia


b. Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya demi mempertahankan hidupnya, karena hidup dan mati itu urusan Allah SWT. Orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini orang yang sedang sakit (koma) akan meninggal dengan diambil organ tubuhnya tersebut. Sekalipun tujuan dari pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni untuk menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien).

3. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Telah Meninggal


Apabila pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah meninggal, baik secara medis maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Yang membolehkan menggantungkan pada tiga syarat sebagai berikut:


a. Resipien dalam keadaan darurat yang dapat mengancam jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia sudah menempuh pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil. Hal ini berdasarkan qaidah fiqhiyah: “Darurat akan membolehkan yang diharamkan”.


b. Pencangkokan cocok dengan organ resipien dan tidak akan menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien dibandingkan dengan keadaan sebelum pencangkokan.


c. Harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya untuk menyumbangkan organ tubuhnya bila ia meninggal, atau ada izin dari ahli warisnya.


Demikian ini sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 29 Juni 1987, bahwa: “Dalam kondisi tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka pengambilan katup jantung orang yang telah meninggal untuk kepentingan orang yang masih hidup dapat dibenarkan oleh hokum Islam dengan syarat ada izin dari yang bersangkutan (wasiat ketika masih hidup) dan izin keluarga atau ahli waris”.
Adapun alasan membolehkannya adalah sebagai berikut:


1. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 195 seperti yang di atas. Bahwa ayat tersebut secara analogis dapat difahami, bahwa Islam tidak membenarkan pula orang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya atau tidak berfungsi organ tubuhnya yang sangat vital baginya, tanpa ausaha-usaha penyembuhannya secara medis dan non-medis termasuk pencangkokan organ tubuh yang secara medis memberi harapan kepada yang bersangkutan untuk bisa bertahan hidup.


2. Surat Al-Maidah: 32.

Artinya;”Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia seluruhnya.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyelamatkan jiwa manusia. misalnya dalam kasus ini seseorang yang dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah meninggal, maka Islam membolehkan. Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi nilainya, lantaran menolong jiwa sesama manusia atau membantu berfungsinya kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi.

3. Surah Al-Maidah ayat 2:

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.

4. Hadits Nabi SAW yang artinya:”Berobatlah wahai hamba Allah, karen sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit kecuali Dia meletakkan jua obatnya, kecuali satu penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit tua.”
Hadits ini menunjukkan bahwa wajib hukumnya berobat bila sakit, apapun jenis penyakitnya, kecuali penyakit tua. Dalam kasus ini, pengobatannya adalah dengan cara transplantasi organ tubuh, sebagai upaya untuk menghilangkan penyakit hukumnya mubah asalkan tidak melanggar norma ajaran Islam.


5. Kaidah hukum Islam


Artinya:”Kemadharatan harus dihilangkan”
Seorang yang menderita sakit jantung atau ginjal yang hampir menghadapi maut sewaktu-waktu. Maka menurut kaidah hukum di atas, bahaya tersebut harus di tanggulangi dengan usaha pengobatan yakni transplantasi organ tubuh.
Dari dalil-dalil tersebut menyuruh berbuat baik kepada sesama manusia dan saling tolong menolong dalam kebaikan. Menyumbangkan organ tubuh si mayit merupakan suatu perbuatan tolong menolong dalam kebaikan karena memberi mamfaat bagi orang lain yang sangat memerlukannya.
Sedangkan yang mengatakan tidak boleh, karena agama Islam sangat menjunjung tinggi manusia, baik yang hidup maupun yang sudah mati. Sebab manusia memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Maka wajar Allah memuliakan manusia berdasarkan Surah Al-Isra` ayat 70:


Artinya: “Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.”
Oleh karena itu, kita harus mengormati jasad manusia walaupun sudah meninggal. Karena Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempun¬yai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terha¬dap kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran terhadap kehor¬matan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA yang artinya: “Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).


Akan tetapi menurut pemakalah, meskipun pekerjaan transplantasi itu ada yang mengharamkan walau pada orang yang sudah meninggal. Demi kemaslahatan karena membantu orang lain yang sangat membutuhkannya, maka hukumnya boleh selama dalam pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat sebagai penghinaan kepadanya. Hal ini berdasarkan qaidah fiqhiyah: “Apabila bertemu dua hal yang mendatangkan mafsadah maka dipertahankan yang mendatangkan mudharat yang paling besar, dengan melakukan perbuatan yang paling ringan madhratnya dari dua mudharat”.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar